19th Ave New York, NY 95822, USA

Perjalanan Satu Bulan Hanya untuk Satu Hadits

perpustakaan-1024x669

BAGI generasi terdahulu, ilmu adalah perkara penting. Itulah sebabnya mereka tidak berani meremehkannya. Para ulama rela melakukan perjalanan jauh demi memperoleh ilmu, meski itu hanya sebuah Hadits.

Suatu saat sahabat Jabir bin Abdillah RA mendengar bahwa ada Sahabat lain yang pernah mendengar Hadits Rasulullah SAW yang belum diketahuinya. Jabir kemudian membeli hewan tunggangan dan melakukan perjalanan selama satu bulan hingga sampai di Syam, demi menemui Abdullah bin Unais al-Anshari.

Ketika bertemu dengan Abdullah, Jabir menyampaikan, “Aku mendengar bahwa engkau mendengar Hadits tentang mazhalim (perkara yang diadukan oleh mereka yang terzhalami). Aku khawatir aku meninggal atau engkau meninggal sebelum aku mendengarnya!”

Akhirnya Abdullah bin Unais menyampaikan Hadits itu.

Peristiwa seperti di atas dialami oleh Sahabat Abu Ayyub al-Anshari. Ia melakukan perjalanan dari Madinah menuju Mesir agar bisa bertemu dengan Uqbah bin Amir, karena ada satu Hadits yang tidak ada yang mendengar dari Rasulullah SAW kecuali kedua Sahabat itu. Yakni Hadits tentang menutup aib seorang Mukmin.

Uqbah bertanya, “Apa yang membuat engkau datang, wahai Abu Ayyub?”

Abu Ayyub menjawab, “Sebuah Hadits yang aku telah mendengarnya dari Rasulullah SAW, yang tidak ada yang mendengarnya selain aku dan dirimu, mengenai menutup aib seorang Mukmin.”

Uqbah pun menjawab, “Benar, aku telah mendengar dari Rasulullah SAW, dimana beliau bersabda, ’Barangsiapa menutupi seorang Mukmin di dunia dari aib, maka Allah akan menutupnya di hari kiamat.’

Abu Ayyub pun menjawab, “Engkau benar.” Kemudian ia pun pergi menuju hewan tunggangannya dan kembali ke Madinah. (ar-Rihlah fi Thalab al-Hadits, hal 81, 82, 86).

Demi Satu Hal

Selain dialami para ulama dari kalangan Sahabat, rihlah yang berat dalam rangka menuntut ilmu juga dilakukan oleh para tabi’in dan para ulama setelahnya. Misalnya dikatakan oleh Said bin Musayyib, “Aku benar-benar menempuh perjalanan sehari semalam demi memperoleh satu Hadits.”

Demikian pula yang dilakukan oleh Ibnu ad-Dailami yang tinggal di Baitul-Maqdis. Ketika itu ia mencari Hadits yang diriwayatkan oleh Amru bin al-‘Ash di Madinah. Namun sesampai di Madinah, ternyata Abddulah bin Amru bin al-‘Ash sedang berada kebunnya di Makkah. Akhirnya Ibnu ad-Dailami pun mengejarnya.

Setelah mereka bertemu, Ibnu ad-Dailami bertanya, “Wahai Abdullah, apakah Hadits yang sampai kepada kami darimu?”

Abdullah balik bertanya, “Hadits apakah itu?”

Ibnu ad-Dailami pun menjawab, “Shalat di Baitul-Maqdis lebih baik daripada seribu shalat di selainnya, kecuali Ka’bah.”

Abdullah kemudian menjawab, “Ya Allah, sesungguhnya aku tidak menghalalkan mereka mengatakan mengenaiku apa yang tidak aku katakan. Sesungguhnya Sulaiman ketika meninggalkan Baitul-Maqdis, ia melakukan amalan qurban, hingga akhirnya qurban itu diterima.

Kemudian ia berdoa kepada Allah dengan doa-doa, di antaranya adalah, ‘Ya Allah, siapa saja dari hamba yang Mukmin yang mengunjungi-Mu di rumah ini dengan keadaan bertaubat kepada-Mu, sesungguhnya ia datang untuk melepaskan diri dari dosa-dosanya, hendaklah Kau terima, dan melepaskannya dari kesalahan-kesalahan sebagaimana di hari ia dilahirkan oleh ibunya.’”

Ulama seperti Hasan al-Bashri pun melakukan rihlah dari Bashrah menuju Kufah. Tujuannya untuk bertanya satu perkara dari Ka’ab bin Ujrah.

Sesampainya kepada Ka’ab di Kufah, Hasan al-Bashri bertanya, “Apa fidyah Anda ketika ditimpa sakit?” Ka’ab pun menjawab, “Seekor domba.” (ar-Rihlah fi Thalab al-Hadits, hal 92, 97,100).

Sebelumnya, Ka’ab melakukan ihram di saat umrah di tahun Hudaibiyah, sedangkan kepalanya menderita sakit karena kutu. Maka Rasulullah SAW mengizinkan kepada Ka’ab untuk mencukur habis rambutnya dan membayar fidyah. (al-Hajja wa al-Umrah fi al-Fiqh al-Islami, hal 51, 136).

Rihlah yang Mengecewakan

Syu’bah adalah ulama besar di bidang Hadits. Ia dikenal amat memperhatikan sanad periwayatan.

Suatu saat Nashr bin Hammad dan beberapa penuntut ilmu Hadits berkumpul di depan rumah Syu’bah. Saat itu Nashr membaca sebuah Hadits dengan sanadnya, “Telah menyampaikan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdullah bin Atha’ dari Uqbah bin Amir…” Kemudian Bishr bin Hammad pun menyampaikan Hadits.

Tiba-tiba Syu’bah keluar dari rumah dan menampar Bishr, kemudian masuk kembali ke rumah. Beberapa saat kemudian Syu’bah keluar lagi seraya bertanya, “Kenapa dia menangis?”

Saat itu Abdullah bin Idris yang juga hadir menjawab, “Engkau telah menyakitinya!”

Syu’bah mengatakan, “Apakah engkau tidak mendengar apa yang ia sampaikan dari Israil dari Abu Ishaq, dari Abdullah bin Atha’ dari Uqbah bin Amir? Sedangkan aku pernah bertanya kepada Abu Ishaq apakah Abdullah bin Atha’ mendengar dari Uqbah bin Amir?”

Syu’bah kemudian mengisahkan bahwa ia pernah bertemu dengan Abu Ishaq yang berada di Kufah, dan menanyakan mengenai Abdullah bin Atha’, apakah ia mendengar dari Uqbah bin Amir. Akhirnya Ibu Ishaq menjawab bahwa Abdullah tidak mendengar dari Uqbah dan kemudian ia pun marah.

Syu’bah pun kecewa, akhirnya ia pun bermaksud menemui Abdullah untuk menelusuri dari siapa ia mendengar Hadits. Mis’ar bin Kidam menyampaikan kepada Syu’bah, “Abdullah bin Atha’ ada di Makkah.”

Akhirnya Syu’bah berangkat ke Makkah. Tidak untuk melaksanakan haji, melainkan untuk bertemu dengan Abdullah bin Atha’. Sesampai di Makkah dan bertemu, Abdullah mengatakan, “Said bin Ibrahim yang menyampaikan kepadaku.”

Syu’bah pun pergi menuju Said bin Ibrahim yang berada di Madinah. Said pun menyampaikan bahwa ia memperoleh Hadits dari Ziyad bin Mikhraq yang tinggal di Bashrah.

Berlanjutlah Syu’bah pergi menuju Bashrah. Setelah bertemu, Ziyad bin Mihkraq berkata, “Engkau tidak akan menerimanya.”

Syu’bah menjawab, “Aku menginginkannya.”

Akhirnya Ziyad bin Mikhraq pun menjawab, “Syahr bin Hausyab menyampaikan kepadaku dari Abu Raihanah dari Uqbah bin Amir!”

Setelah mendengar nama Syarh bin Hausyab, Syu’bah pun berkata, “Hadits ini menghancurkanku. Seandainya Hadits ini shahih, maka ini lebih aku cintai daripada keluarga dan hartaku serta dunia seisinya.” (al-Muhaddits al-Fashil, hal 313-315).*/Thoriq/ Hidcom

 

Sumber : http://hidayatullah.or.id/

× How can I help you?